Author:
@heenimk
Title:
Creepy K12S (Chapter 2)
Main Cast:
EXO-K Oh Sehun, EXO-M Luhan, Eun Aeryung
Genre:
Sci-fi, Romance, Fantasy, School Life
Length:
Multi Chapter
“…Benar, itu artinya setiap roh punya berjuta masa lalu, sebelum
mereka ‘terlahir kembali’ menjadi diri mereka yang sekarang. Dan fungsi
setiap lipstick itu, adalah mengembalikanmu kembali ke dunia pada salah
satu masa lalumu, sebelum roh-mu direinkarnasi.”
Creepy K12S (Chapter 1):
(http://planetexoina.blogspot.com/2012/08/creepy-k12s-chapter-1.html)
_____________________________
Aeryung merasa sedikit pening saat mencoba duduk di satu kursi
perpustakaan, membuat pegangan tangan Yoobin di lengannya sontak
menguat.
“Bodoh. Sudah kubilang harusnya kau berbaring saja tadi, Aeryung-ah. Kata dokter di ruang kesehatan, kan, kau anemia ringan.”
Aeryung tersenyum lemah. Mengetahui kenyataan
lipstick itu membuatnya tumbang. Kalau tidak ada Yoobin, entah bagaimana nasibnya.
“Gomawo, Yoobin-ah, ngg~” Aeryung tampak ragu melanjutkan kalimatnya.
“Sehun sunbae?” Tebak Yoobin jahil,
tersenyum puas melihat respon Aeryung begitu mendengar nama itu. Gadis
itu kini balas menatapnya lebih antusias.
Sehun sunbae? Oh Sehun?
“Dari mana kau tahu..?”
“Oh ayolah, jangan bercanda, Eun Aeryung. Aku sahabatmu. Sudah
sebulan ini kau mencekokiku dengan curhatanmu tentang namja itu, Oh
Sehun. Memang siapa lagi?”
Aeryung mengulas senyum simpul. Mungkin, apa dirinya di masa ini
begitu menggilai namja bernama Oh Sehun? Pantas saja nama namja itu yang
tertera di
lipstick.
“Bahkan tadi hampir saja kita tertangkap basah saat kau coba
berdandan di sini, hanya karena kau ingin mendekati Sehun sunbae.”
Yoobin menghela nafas pelan.
“Sekarang, katakan, siapa lagi
the precious namja yang bisa
memaksamu untuk berada di perpustakaan dekil ini setiap hari, padahal
kondisimu jelas tidak sehat, kecuali Oh Sehun?”
Wajah Aeryung seketika memanas. Gadis itu berniat membuang pandangan
ke arah lain, tapi malah bertubrukan mata dengan seorang namja yang
tengah duduk di ujung meja mereka.
Deg. Jantung Aeryung sontak berdetak lebih cepat, tangannya reflek menarik ujung seragam Yoobin di bawah meja.
“Kecilkan suaramu, Yoobin-ah. Kau tidak lihat banyak yang melihat ke
arah kita karena mendengar ocehanmu?” Bisik Aeryung, perlahan menunjuk
namja itu.
Yoobin merutuk kecil. “Aish, kenapa kau tak bilang padaku, jika Sehun sunbae duduk di ujung meja itu, Aeryung-ah?”
M-mwo? Itu Oh Sehun?
Namja berkacamata tebal yang duduk di ujung meja itu Oh Sehun..?
Aeryung memandang ke arah namja itu sekali lagi.
Meski terhalang kacamata tebalnya, tapi namja bernama Oh Sehun itu,
harus Aeryung akui, benar-benar tampan. Seolah menguar suatu daya pikat
mistis, bahkan hanya dengan melihat sosoknya diam membaca buku seperti
sekarang, jantung Aeryung sudah berdetak tak karuan.
“Kau ingin kita pindah tempat duduk?” Yoobin berbisik, membuyarkan lamunan gadis itu.
Aeryung menggeleng cepat.
Pindah tempat duduk dan kehilangan kesempatan memandang Oh Sehun? Tidak!
Setidaknya, tidak, karena sekarang Aeryung harus memikirkan cara agar
bisa berciuman dengan namja itu. Dan kini seluruh fokus gadis itu hanya
tertuju pada…Bibir namja itu.
Duh, such a pervert?
“Hah~aku heran kenapa kau bisa sangat tergila-gila pada namja
neat, ah ani, maksudku
nerd sepertinya.” Ujar Yoobin gemas.
Aeryung berjengit saat seorang yeoja tampak berjalan menghampiri
Sehun dan duduk tepat di samping namja itu, membuat Sehun mengalihkan
perhatian dari buku yang tengah ia baca.
Ya! Siapa yeoja genit itu?
“
Tsk, lihat siapa yang datang. Saingan terberatmu, Song Soojin.”
“Song Soojin? Nuguya?”
“Aish, apa selain anemia kau juga terkena amnesia?”
Aeryung mengangguk lugu, membuat Yoobin menggeleng takjub.
“Song Soojin, sunbae tingkat dua belas seperti Oh Sehun, tapi mereka
berbeda kelas. Sehun sunbae juga bersikap dingin pada yeoja itu, semua
yeoja, bahkan yeoja tingkat sepuluh seperti kita. Kurasa namja bernama
Sehun itu sudah kehilangan minat pada yeoja, bukan?”
“Ya!” Seru Aeryung tak terima, sekilas ia melempar pandangan pada Sehun yang kini tampak cuek menanggapi ocehan riang Soojin.
“Aku berbicara fakta! Kau tahu, kan, seberapa menarik Song Soojin di
mata semua namja di sekolah ini? Wajahnya, ukuran tubuhnya, latar
belakang keluarganya, prestasinya, semua hal-hal yang mampu membuat
yeoja lain iri, tapi, tentu saja, sifat genitnya itu nilai
minus.”
Plak! Plak! Sebuah buku mendarat tepat di kepala Yoobin dan Aeryung.
Keduanya sontak menoleh kesal, seketika berganti gidikan ngeri mendapati mata ahjumma penjaga perpustakaan itu berkilat marah.
“Kalau ingin mengobrol, di luar!”
…..
“Kau serius?”
Aeryung mengangguk mantap, kedua tangannya memegang daftar piket
perpustakaan erat. Wajah gadis itu berbinar, bayangan seorang Oh Sehun
akan dengan senang hati memberinya sebuah ciuman terpampang jelas di
pikirannya.
“Kalau aku selalu berada di sini, tidak mustahil kami bisa dekat, kan?”
“Tapi menjadi petugas perpustakaan itu terlalu berlebihan, Eun Aeryung.”
“Yoobin-ah~” Rajuk Aeryung, merasa kesal atas respon Yoobin.
Aish, sejak kemarin aku terus berusaha keras memikirkan ide brilian ini.
‘Berlebihan’ katanya?
“Arasseo, terserah keinginanmu saja, Aeryung-ah. Yang jelas sekarang
aku tidak bisa menemanimu piket malam di sini, aku harus pulang cepat.
Gwaenchana?”
Aeryung mengangguk kecil, beranjak melambaikan tangan pada sosok yoobin yang bersiap keluar perpustakaan.
Janggal, memang, jika tidak ada Yoobin yang menemaninya. Meski baru
kemarin Aeryung mengenal sosok yeoja cerewet itu, tapi Yoobin sahabat
yang baik. Eun Aeryung di masa ini pasti sangat beruntung memiliki
sahabat yang pengertian sepertinya.
Sejenak pandangan Aeryung beralih pada sosok namja itu, yang sedang
duduk tenang dan membaca buku di pojok ruangan, di ujung meja itu.
Tempat yang sama seperti kemarin.
‘Kudengar Oh Sehun biasa ada di perpustakaan ini hingga larut.’ Terlintas perkataan Yoobin siang tadi. Dan, ya, itu sebabnya gadis itu memilih piket malam.
“Agasshi, tolong rapikan buku yang ada di rak bagian fiksi ilmiah.”
Ahjumma itu tersenyum ramah, menyentuh bahu Aeryung pelan. Gadis itu
balas tersenyum sopan dan mengangguk, berjalan ke arah rak yang ditunjuk
oleh ahjumma itu dengan enggan.
Kesalahan terbesar menjadi petugas perpustakaan sekolah adalah jika
kau tidak punya badan yang cukup besar dan kuat untuk membawa setumpuk
buku tebal di gendonganmu.
Aku yakin bobot satu buku ini bahkan melebihi berat badanku.
Bagaimana bisa sebuah buku terasa seberat ini?
Sosok mungil gadis itu berjinjit menggapai rak teratas, berusaha merapikan buku-buku yang tergeletak semena-mena di atas sana.
Kedua mata Aeryung membulat saat tumpukan buku besar di atasnya
mendadak hendak roboh karena tersenggol tangannya sendiri. Gadis itu
sontak memejamkan matanya erat, pasrah menerima runtuhan menara buku
itu.
Sial, bodoh sekali kau, Eun Aeryung!
“Eh?” Perlahan Aeryung mengerjap. Tak ada yang terjadi, tubuhnya tak
merasa sakit akibat kejatuhan sesuatu. Gadis itu mendongak, seketika
nafasnya tercekat mendapati sosok itu berdiri tepat di sampingnya dan
mengulurkan tangannya menahan tumpukan buku itu.
Oh Sehun.
Sekejap wangi pinus menguar terasa segar menggelitik indera penciuman
Aeryung, membuat jantung gadis itu berdetak sejuta kali lebih cepat.
Berada sedekat ini dengan sosok namja itu, membuat Aeryung yakin bisa
mendapat sebuah ciuman dengan mudah.
Tampan, pintar, dan baik hati. Apalagi yang kurang pada namja di depannya ini?
“K-kamsahamnidaㅡ”
“Pergi.”
Namja itu berujar pelan, sangat pelan, namun cukup untuk sampai di
telinga gadis itu. Menampar hingga kesadaran Aeryung. Sehun mendorong
tumpukan buku itu ke bagian dalam rak, mengabaikan tatapan kaget gadis
itu.
“Kau tuli?
Tsk, menyebalkan. Melihatmu terus berkeliaran di sini membuatku muak.”
Sementara Aeryung terdiam, pikirannya lebih sibuk mencerna setiap
perkataan Oh Sehun, ketimbang memikirkan kalimat balasan yang hendak ia
ucapkan.
Apa aku salah dengar?
“N-ne?”
“
Tsk, apa semua yeoja di sekolah ini memang merepotkan? Berhentilah melakukan hal sia-sia seperti ini.” Sehun berdecak kesal.
Aeryung bisa menangkap tatapan
‘enyah kau dari hadapanku’ dari balik kacamata namja itu, seolah menolak mentah-mentah keberadaannya di sana. Sehun menghela nafas berat dan bersiap pergi.
Plak! Sebuah buku melayang tepat mengenai punggung namja itu.
“Apa hak sunbaenim mengatakan itu?” Aeryung berujar lirih.
Kini mereka saling berhadapan.
“Neoㅡ”
“Sunbaenim tak berhak mengatur perasaanku.”
Sehun mendengus geli mendengar ucapan gadis itu. Dengan enteng diraihnya buku lemparan Aeryung, menimangnya santai.
“Pulanglah. Bukankah perkataanku wajar dan mudah dimengerti? Gadis
manja dan kekanakan sepertimu, untuk apa berada di perpustakaan yang
membosankan seperti ini hingga larut…”
Apa seperti ini sosok asli Oh Sehun yang disukai Eun Aeryung di masa ini?
“Kecuali kau berniat menggodaku, bukan?” Sambung Sehun oratoris, memberi satu tohokan tepat mengenai Aeryung.
Jika bukan karena
lipstick sialan bertuliskan namanya, mungkin gadis itu tidak perlu susah payah menjual harga dirinya untuk mendekati namja dingin ini.
Tapi,
mundur dan menyerah sekarang? Aeryung menepis kuat kemungkinan itu.
Baiklah, mengabaikan harga diri atau selamanya aku terjebak di dunia ini.
“A-aniyo!!” Sahut Aeryung cepat.
“Lalu?”
Aeryung membuang pandangan, lidahnya terlalu kelu untuk menjawab ucapan Sehun.
Berada di sini untuk menggoda namja itu? Itu juga benar, jika tidak
bisa disebut obsesi mendapat sebuah ciuman darinya. Lalu apa pembelaan
gadis itu sekarang?
Pandangan gadis itu tertuju pada sebuah poster yang tertempel tepat di rak di belakang tubuhnya, menarik perhatian gadis itu.
Olimpiade sekolah?
“A-aku datang untuk persiapan olimpiade. Sonsaengnim memintaku untuk
belajar denganmu, Sehun sunbaenim. Kudengar kau cukup ahli di pelajaran
kimia, bukan?”
“Aku menolak.”
Lagi-lagi perkataan namja itu sukses membuat mata Aeryung membulat
lebar. Gadis itu selalu dibuat terkejut oleh serangan sifat asli Sehun
secara beruntun. “Mwo?”
“Kalau ingin tutor, cari saja orang lain. Tidak ada keuntungan bagiku mengajarimu, bukan?”
“Taruhan.”
Kedua alis Sehun mengernyit.
“Ayo bertaruh, sunbaenim. Aku menawarkan keuntungan lebih padamu.
Kalau aku kalah di olimpiade ini bahkan setelah kau mengajariku, kau
boleh meminta apa pun dariku. Apa pun. Tapi, kalau aku bisa memenangkan
olimpiade ini, maka…”
Aeryung berhenti sejenak, meredakan rasa gugupnya. “Maka kau harus menciumku. Eotte?”
…..
Sudah dua hari berlalu sejak hari Aeryung mengucapkan taruhan memalukan itu.
Dan sudah dua hari pula, setiap malam mereka selalu bertemu di
perpustakaan hanya untuk belajar. Tak gadis itu duga, Sehun dengan
gamblang menerima taruhannya. Membuat Aeryung terpaksa mendaftar
olimpiade itu kemarin lusa secara resmi.
“Aish, apa kau begitu bodoh hingga tak mengingat yang kuajarkan
kemarin?” Sehun mengetuk-ngetuk pensil di tangannya dengan meja, tak
sabar melihat kebodohan gadis itu.
Tujuan utamanya memang agar gadis itu kalah. Tapi, melihat seseorang
bisa begitu bodoh di pelajaran yang menurutnya mudah, membuatnya kesal
setengah mati hingga tak sadar kini ia beralih mengajari gadis itu
dengan serius.
“Aish, jinjja! Perhatikan satuannya, Eun Aeryung!” Sehun menunjuk
soal fraksi mol itu tak sabar. Astaga, bisa seberapa bodoh lagi gadis
itu?
Aeryung membanting pensilnya frustasi. Dingin, ketus, penuh perhitungan, dan sekarang? Berubah menjadi guru
killer? Sifat namja itu terlalu jauh berbeda dari bayangannya.
“
Break time.” Ujar Aeryung memelas disusul helaan nafas Sehun.
Suara jarum jam mulai memenuhi keheningan di antara mereka. Ditambah
keadaan sepi di perpustakaan malam itu, membuat suasana semakin
awkward bagi Aeryung.
Jangan bayangkan obrolan hangat di sela belajar dengan Oh Sehun.
Namja itu lebih memilih berkutat dengan bukunya daripada sekedar menatap
Aeryung. Sama sekali tak ada interaksi di antara mereka, kecuali ocehan
ketus namja itu saat mengajarinya.
Gadis itu menjatuhkan kepalanya bertumpuan lengan, memainkan
pensilnya asal. Sesekali Aeryung melirik wajah tampan di sebelahnya.
Padahal mereka begini dekat sekarang.
Apa begitu susah akrab dengan namja ini?
Aeryung membenamkan wajahnya jauh di antara kedua lengannya, saat
pandangannya tak sengaja jatuh pada bibir tipis Sehun. Wajah gadis itu
terasa panas.
Suara batuk namja itu membuyarkan khayalan singkat Aeryung. Gadis itu
menegakkan kepalanya, menatap namja itu khawatir. “Sunbaenim
gwaenchanayo?”
Namja itu tak berhenti batuk sampai berganti sebuah suara bersin.
Sehun diam mengusap hidungnya sendiri, memilih tak menjawab pertanyaan
gadis itu.
Aeryung mengingat pakaian yang Sehun kenakan kemarin malam. Hanya seragam sekolah tanpa sebuah
sweater yang biasa ia pakai seperti sekarang.
Benar, malam itu Sehun pasti lupa membawa
sweater-nya.
Terlebih namja itu mengajarinya hingga larut. Tak bisa Aeryung bayangkan
cuaca dingin bulan Desember yang menusuk Sehun selama perjalanan pulang
kemarin.
“Chogiyo.” Aeryung mengulurkan sehelai benda putih pada namja itu.
“Plester demam.” Jawab Aeryung cepat, menangkap kebingungan di wajah
Sehun. Aeryung sengaja membawa plester demam ke mana pun, berjaga jika
gadis itu tumbang akibat kelelahan belajar. Tapi, justru Sehun yang
tumbang lebih dulu.
Namja itu menghela nafas, kembali membaca buku di genggamannya.
Sekejap sebuah sentuhan membuat namja itu berjengit kaget. Aeryung
telah beranjak dan menempelkan punggung tangannya pada dahi namja itu.
“Ya! Neoㅡ”
“Benar dugaanku.” Gumam Aeryung.
Benar saja, dahi Sehun terasa panas. Gadis itu mengacungkan plester
itu ke depan. “Berhenti keras kepala, sunbaenim. Terima ini, atau aku
yang akan memasangkannya secara paksa.”
“Jangan bersikap kurang ajar, Eun Aeryung.” Sehun berdengus malas.
Entah karena pengaruh demam atau karena tangan gadis itu barusan
menyentuh wajahnya, Sehun merasa wajahnya jauh lebih panas sekarang.
Nafas namja itu kembali tercekat, menerima perlakuan mendadak lain dari gadis itu.
“Diam dan biarkan aku melakukannya.” Hardik Aeryung kesal,
memposisikan tubuhnya lebih dekat dengan Sehun, mengabaikan tatapan
protes namja itu.
“Menurutmu, apa aku harus diam saja dan membiarkan tutor-ku ambruk
saat mengajariku?” Aeryung menyibakkan poni Sehun dan menempelkan benda
putih itu dengan telaten.
Gadis itu mengulas senyum puas melihat benda itu tertempel rapi.
“Aish, aku tidak suka bau obat dari plester ini.”
Aeryung terkekeh geli. “Kau persis seperti anak kecil, sunbaenim.”
Sehun menatap penuh ke arah wajah gadis itu. Tanpa sadar genggaman
namja itu pada buku di tangannya menguat. Sehun terhenyak saat suatu
panas mulai mendidih dan menjalari hampir seluruh saraf tubuhnya.
Membuatnya gelisah.
Sial, bisa seberapa kuat efek senyuman gadis itu pada tubuhnya?
…..
“Aku bangga padamu, Aeryung-ah.” Yoobin merangkul erat pundak sahabatnya.
Setelah lima hari berturut-turut mendapat les singkat dari Sehun,
hasilnya? Aeryung berhasil menembus hingga semifinal. Kemajuan pesat,
mengingat gadis itu lemah di pelajaran kimia.
Tinggal selangkah lagi, kau akan menciumku, Oh Sehun.
“Aku kaget sekali saat kau tiba-tiba memberitahuku bahwa kau
mengikuti olimpiade hari ini, terlebih Sehun sunbae yang mengajarimu,
Aeryung-ah!” Yoobin berujar antusias, Aeryung tersenyum semakin lebar.
“Jadi ini alasanmu menghindariku beberapa hari ini?” Selidik Yoobin.
“Mianhae, Yoobin-ah…Aku sibuk mempersiapkan olimpiade ini, jadi jarang bersamamu.”
Benar, seluruh persiapan olimpiade ini benar-benar menyita waktuku.
“Gwaenchana, wajar kau lebih memilih bersama sunbae kesayanganmu, Aeryung-ah.”
Satu cubitan mendarat di perut Yoobin, membuat yeoja itu memekik sakit.
“Aku harus pergi sebentar, Yoobin-ah.”
…..
Tak sulit mencari Oh Sehun.
Seperti sekarang, Aeryung bisa dengan mudah menemukan namja itu
tengah berdiri menghadap rak buku di perpustakaan, tampak mencari buku,
sepertinya?
“Sunbaenim.”
Sehun merasa tubuhnya sedikit meremang saat mendengar suara itu, suara gadis yang beberapa hari ini mengusik pikirannya.
“Hari ini, ya. Eotte?” Tanya Sehun tanpa mengalihkan mata dari deretan buku di depannya.
“Olimpiade? Geurae, aku berhasil masuk hingga semifinal, sunbaenim.”
Gadis itu berseru riang. “Kau masih ingat taruhan kita, bukan? Jika aku
menang, makaㅡ”
“Sehun-ah?”
Sebuah suara lain menyela. Aeryung menoleh dan melihat sumber suara
itu, seorang yeoja tampak berdiri tak jauh dari mereka. Raut heran
tergambar jelas di wajah yeoja itu.
Ah, Song Soojin.
“Sehun-ah, siapa yeoja itu?” Tanya Soojin lagi, menunjuk gadis di samping Sehun. Aeryung balas menatap yeoja itu bingung.
Semua berlangsung begitu cepat saat Sehun menarik tangan Aeryung,
memojokkan tubuh gadis itu dengan kasar ke dinding dan menghimpitnya.
Mengangkat dagu Aeryung, mengarahkan wajahnya mendekat dengan wajah
gadis itu.
Begitu mendadak, hingga rasanya nafas Aeryung terhenti seketika.
Tak lama Sehun berbalik badan sambil mengusap sudut bibirnya sendiri, nafasnya terengah.
Masih mengurung tubuh mungil Aeryung di sela kedua lengannya, namja
itu menghujam Soojin dengan tatapan tajam. “Bisa kau berhenti
menggangguku, Soojin-ah?”
Sehun menghela nafas lega saat mendengar langkah kaki yeoja itu
berlari menjauh. Sebuah pukulan ringan di dadanya membuat namja itu
menoleh. Eun Aeryung.
Sehun tersenyum jahil melihat wajah merah padam gadis itu. “Eotte? Kau suka?”
“Aish, apa-apaan tadi? Sunbaenim tidak benar-benar menciumku!”
Aeryung memukul dada Sehun kesal, bagaimana gadis itu tidak marah?
Barusan Sehun memang ‘terlihat’ menciumnya. Tapi, kenyataannya
berbeda. Namja itu menyelipkan sebuah notes kecil di antara bibir
mereka. Dan Aeryung merutuk dirinya sendiri yang berdebar hanya karena
kejahilan konyol seorang Oh Sehun.
Akting yang bagus, Oh Sehun. Menggunakanku untuk mengusir penggemar fanatikmu dengan berpura-pura menciumku, lalu apalagi?
Sehun gelak tertawa, sejenak Aeryung terpesona melihat tawa namja itu.
“Kau ingin aku menyentuh ini?” Sehun mengusap bibir Aeryung lembut,
membuat dentuman di dada gadis itu terasa semakin riuh. “Kalau begitu
berusahalah di semifinal, final, dan menangkan olimpiade itu untukku,
Eun Aeryung.”
…..
Seperti dihempaskan dari langit ketujuh, semangat Aeryung tadi siang kini berubah menjadi helaan nafas jengah bertubi-tubi.
Padahal, secara pribadi Oh Sehun sudah memintanya untuk memenangkan olimpiade itu untuknya. Tapi yang terjadi? Gadis itu gagal.
“Agasshi, bisa kau kembalikan buku-buku ini di rak?”
Ahjumma itu memberi setumpuk buku, seperti biasa. Aeryung balas
tersenyum ramah dan mengambil alih tumpukan buku itu, setengah terhuyung
menggendongnya berjalan menuju rak yang dimaksud.
“Aish.” Desah gadis itu, duduk di satu kursi perpustakaan.
Pikirannya terlalu lelah sekarang. Aeryung menatap ragu tumpukan buku
bawaannya yang kini berada di atas meja, gadis itu menunda niatnya
merapikan buku-buku itu.
Lamunan Aeryung seketika buyar melihat sosok namja itu duduk tepat di sebelah kursinya.
“Eotte?” Terkesan tak acuh, Sehun bertanya namun masih menatap fokus buku di tangannya.
“Hmm.” Gumam Aeryung tak jelas.
Gadis itu merasa sesak seolah terhimpit berjuta ton beban.
“Biar kutebak, kau gagal?”
“…..”
“Sudah kuduga.”
“Ya! Berhenti meremehkanku, Sehun sunbaenim!”
“Kau ingat taruhan itu?”
“A-akuㅡ”
“Agasshi, kau belum menatanya?” Sebuah suara menyela mereka.
Dengan cepat Sehun mengambil satu buku dan menarik kepala gadis itu
ke depan, mendekatkan wajah keduanya. Sehun mencondongkan tubuhnya,
sementara satu tangannya menahan kepala Aeryung. Menjadikan buku itu
kamuflase
kissing scene mereka.
“Aish, anak muda jaman sekarang.” Terdengar keluhan ahjumma itu.
Sehun meletakkan buku yang menutupi wajah mereka begitu ahjumma itu pergi.
“
Tsk, pengganggu tak diundang.” Gumam Sehun, merujuk pada sosok ahjumma itu.
Sebuah pukulan ringan di lengannya menyentak kesadaran namja itu.
“Ya! Kau selalu senang memukulku?” Rintih Sehun, menangkis serangan
bertubi-tubi Aeryung.
“Sunbaenim! Kenapa kau selalu menimbulkan salah paham pada orang-orang,
huh?
Tadi siang kau berpura-pura menciumku di depan Soojin sunbae, barusan
kau berpura-pura menciumku lagi di depan ahjumma penjaga perpustakaan?!”
Aeryung terus memukul lengan Sehun. Gadis itu gelagapan, debaran
jantungnya terasa tak karuan sekarang. Seolah benda itu tengah
memberontak keluar.
Aish, bagaimana bisa namja di tahun 1920 ini membuatku nyaris gila?
“Berpura-pura?”
“Kau hanya menggesek-gesekkan hidungmu di hidungku, barusan!” Aeryung menunjuk hidungnya sendiri, kesal.
Sehun tertawa lepas melihat wajah merah padam Aeryung. Gadis itu
benar-benar menarik. Aeryung mengambil satu buku asal, menutupi wajahnya
yang terasa panas.
“Eun Aeryung.”
“Hmm.” Gumam gadis itu, masih menutupi wajahnya di antara halaman buku
English.
“Eun Aeryung, kau ingin sekali ciumanku?”
Aeryung meremang mendengar ucapan Sehun barusan. “A-aniyo.”
Sehun mengulas senyum simpul. “Ingat taruhan kita? Aku punya hak meminta permohonan padamu, apa pun itu, bukan?”
Gadis itu mengangguk lemah, masih tak berniat melepaskan wajahnya dari halaman buku itu. “Malhaebwa.”
“Aku tidak pernah menerima penolakan.” Sehun bergumam santai, menutup
buku yang daritadi ada di genggamannya sendiri. Namja itu bahkan
menarik lepas kacamatanya.
Tanpa Aeryung sadari, Sehun bergerak mendekat, merebut buku yang
menutupi wajah Aeryung dengan satu gerakan cepat. Membuat gadis itu
kaget dan mendongak menatapnya.
“Eun Aeryung, mulai detik ini jadilah yeojachingu-ku.”
Tak habis keterkejutan Aeryung, matanya kembali terbelalak kaget saat sebuah sapuan hangat terasa menyentuh bibirnya.
Seolah tampak kontras, Sehun menarik kepala Aeryung kasar dan melumat
bibir gadis itu lembut. Membungkam tatapan kaget Aeryung atas
permohonannya itu.
Namja itu memejamkan matanya erat, membiarkan sesuatu dalam tubuhnya
kembali mendidih dan membuatnya gelisah. Sehun mengakui fakta bahwa
hanya dengan menyentuh gadis itu mampu membuatnya gila.
Kehilangan kendali dan menuntut lebih, wajar bagi seorang namja, bukan?
Sehun menghisap rakus setiap belahan bibir gadis itu, tak menyisakan
celah untuk sekedar mengambil nafas. Sementara Aeryung mengernyitkan
kening, tangannya meremas kuat lengan Sehun, saat namja itu mulai
memperdalam ciuman mereka. Menimbulkan bunyi decakan yang cukup jelas
terdengar, mengisi keheningan perpustakaan malam itu.
Kepala gadis itu terasa pening. Semua hal yang dilaluinya bersama
Sehun mendadak terputar kembali di memorinya. Haruskah ia merasa senang
karena namja itu kini menciumnya?
Aku tidak ingin berpisah denganmu, Oh Sehun.
Terlambat, cahaya itu kembali muncul dan menyapu seluruh
penglihatannya. Mengirimnya terlempar ke dimensi lain, seiring sebuah
material bening menetes dari sudut mata gadis itu.
***
“Eun Aeryung, kau tidak boleh memakai
lipstick saat bekerja!”
Sebuah seruan sontak menyadarkan gadis itu. Perlahan Aeryung membuka
mata, seketika bau harum roti menggoda keinginannya untuk mengisi perut.
Diliriknya sebuah
lipstick yang tergenggam erat di tangannya.
“Luhan..?” Gumam gadis itu, membaca nama yang tertera di sana.
Oh, ayolah, wajah Oh Sehun bahkan masih terbayang jelas di
ingatannya. Tangan Aeryung tergerak menyentuh bibirnya sendiri, terasa
panas.
Sehun sunbae.
Tak ingin larut dalam penyesalan, kedua mata Aeryung mengeksplor keadaan sekitarnya.
Benar, tujuan utamaku adalah menyelesaikan ke 12 lipstick itu.
Entah selanjutnya aku harus berciuman dengan namja bernama Luhan yang
ada di dalam bakery ini atau apa, aku…
Tunggu. Sebuah bakery?
Pandangan Aeryung beralih pada pakaiannya.
Baju seragam gadis itu telah berubah menjadi kemeja dan sebuah apron
yang berwarna senada, tampak manis. Gadis itu berada tepat di balik
etalase berisi penuh kue dan roti.
Bagus. Kali ini aku pelayan di sebuah bakery?
Sebuah senyuman dan sapaan hangat seorang namja asing membuatnya menoleh.
“Chogiyo, agasshi.”
ㅡTBCㅡ